Pages

Welcome To My Blog***ATHASHARE.COM ***Kebebasan Pikiran Adalah Sebuah Ketenangan***Memberikan Ruang Pikiran Kita Untuk Bekerja, Membagi Dan Berkreasi Demi Sebuah Ketenangan Diri***

Saturday, April 2, 2011

FRANCHISE SYARI’AH : SOLUSI SEKTOR BISNIS FRANCHISE DALAM MENGHADAPI GONCANGAN KRISIS EKONOMI GLOBAL



ABSTRAKSI

Sektor bisnis merupakan salah satu sektor penting dalam peningkatan perekonomian negara kita bahkan dunia. Saat krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997 lalu, dampak yang dirasakan oleh sektor bisnis sangatlah terasa. Banyak pengusaha-pengusaha yang terpaksa menutup bisnis mereka sebab menanggung kerugian yang sangat besar. Banyak orang yang harus kehilangan pekerjaan mereka. Namun, terbukti pada saat perekonomian tergoncang dengan datangnya krisis global, sistem ekonomi syariah tidak goyah bahkan mengalami peningkatan yang signifikan berbeda dengan sistem ekonomi konvensional yang mengalami kelesuan. Salah satu sektor bisnis yang berkembang dan diminati masyarakat saat ini adalah bisnis frsnchise atau waralaba. Banyak keuntungan yang didapat dari sektor bisnis ini. Tetapi sistem yang dijalankan masih bersifat konvnsional. Oleh karena itu, muncul sebuah gagasan baru untuk menjalankan frenchise dengan sistem syariah. Frenchise dengan sistem syariah dinilai tidak goyah meskipun terjadi krisis ekonomi. Frenchise syariah juga lebih menguntungkan bagi pihak frsnchisor maupun pihak franchisee sebab sistem bagi hasil yang diberlakukan telah sesuai dengan syariat serta jelas dalam pelaksanaannya. Prospek waralaba yang semakin bagus akan manjadi lebih bagus jika menggunakan prinsip yang sesuai dengan franchise syariah.

Kata kunci : Krisis ekonommi, sistem ekonomi syariah, Franchise syariah,




  Latar Belakang

            Indonesia merupakan negara dengan masyarakat mayoritas muslim terbesar di dunia. Hal ini tentunya dapat menjadi faktor pendorong berkembangnya bisnis dengan sistem syari’ah atau lebih kita kenal dengan sistem ekonomi islam. Akibat terjadinya krisis financial global yang melanda dunia saat ini, kita diharuskan mencari sistem pengganti dari kegagalan sistem ekonomi liberal. Sistem pengganti itu adalah sistem ekonomi syari’ah. Perkembangan sistem ekonomi syari’ah di Indonesia dinilai cukup signifikan bahkan telah terbukti saat krisis 1997 melanda negeri ini. Bank muamalat sebagai satu-satunya bank syari’ah saat itu telah membuktikan mampu bertahan dari krisis ekonomi moneter tersebut. Oleh karena itu, muncul pemikiran bahwa apabila sistem ekonomi syari’ah ini diberlakukan dalam sektor bisnis maka akan membawa dampak yang sama, seperti halnya dalam sektor perbankan. Prospek yang diberikan dalam bisnis dengan sistem syari’ah juga dapat mendatangkan banyak keuntungan. Tentunnya keuntungan yang didapat akan lebih halal dan barokah, sebab dijalankan dengan sistem yang didasarkan atas Al-Qur’an dan Al-Hadis. Terbukti telah banyak kesalahan dalam penerapan sistem ekonomi saat ini, sistem ekonomi konvensional yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan sangatlah bertentangan dengan syariah agama islam yang mengajarkan keadilan dan kemaslahatan bagi semua umat.
Prinsip ekonomi syariah dinilai sangat cocok untuk menyembuhkan kondisi perekonomian kita saat ini yang sedang mengalami kelesuan.
            Dari diagram di atas dapat kita lihat bahwa sistem ekonomi konvensional sangat bertolak belakang dengan sistem ekonomi syariah. Prinsip-prinsip yang dijalankan oleh ekonomi konvensional seperti maisir, ghoror, haram serta riba dinilai sebagai penyebab hancurnya sistem ekonomi konvensional.
Dalam perekonomian dunia sektor bisnis memiliki peranan yang sangat penting. Salah satu sektor bisnis yang sedang berkembang saat ini salah satunya adalah dalam bentuk Franchise atau waralaba. Saat ini bisnis dalam bentuk Franchise mulai menjamur dimana-mana. Namun, Franchise  yang ada saat ini, sangat jarang yang menerapkan sistem syari’ah atau sistem bagi hasil yang jelas. Sistem yang berlaku seakan-akan masih terkesan mengambang. Masih belum jelas apakah benar-benar memberi keuntungan bagi kedua belah pihak. Pemikiran baru tentang penerapan Franchise Syari’ah dapat lebih memperjelas sistem yang akan dijalankan pada bisnis ini. Diharapkan apabila terjadi goncangan ekonomi dalam sektor bisnis tentunya,  Franchise Syari’ah dapat tetap berdiri dan tidak terkena dampaknya sehingga perekonomian kita dapat tetap berjalan tanpa takut dilanda krisis.


TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengertian Sistem Ekonomi Syariah
Berbagai ahli ekonomi Muslim memberikan definisi ekonomi syariah yang bervariasi, tetapi pada dasarnya mengandung makna yang sama. Pada intinya  ekonomi syariah adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya untuk memandang, menganalisis, dan akhirnya menyelesaikan pemasalahan-permasalahan ekonomi dengan cara-cara yang islami. Yang dimaksud dengan cara-cara islami adalah cara-cara yang didasarkan atas dasar agama islam, yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Dengan pengertian seperti ini maka istilah yang juga sering digunakan adalah ekonomi islam.
            Dalam pandangan ekonomi islam, ilmu pengetahuan adalah suatu cara yang sistematis untuk memecahkan masalah kehidupan manusia yang mendasarkan segala aspek tujuan ( ontologis ), metode penurunan kebenaran ilmiah ( epistemologis ), dan nilai-nilai ( aksiologis )yang terkandung pada ajaran agama islam. Secara singkat ekonomi islam dimaksudkan untuk mempelajari upaya manusia untuk mencapai falah dengan sumber daya yang ada melalui mekanisme pertukaran. Penurunan kebenaran atau hukum dalam ekonomi islam didasarkan pada kebenaran deduktif wahyu Ilahi ( ayat qauliyah ) yang didukung oleh kebenaran induktif-empiris ( ayat kauniyah ). Ekonomi islam juga terikat oleh nilai-nilai yang diturunkan dari ajaran islam itu sendiri.
            Tujuan akhir ekonomi islam adalah sebagaimana tujuan dari syariat islam itu sendiri ( maqashid asy syari`ah ) yaitu mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (fala ) melalui suatu tata kehidupan yang baik dan terhormat ( hayyah thayyibah ). Tujuan falah yang ingin dicapai oleh ekonomi islam meliputi aspek mikro ataupun makro, mencakup horizon waktu dunia maupun akhirat. Menurut As-Shatibi tujuan utama syariat islam adalah mencapai kesejahteraan manusia yang terletak pada lima ke-mashlahah-an yaitu, keimanan ( ad-dien ), ilmu ( al-‘ilm ) , kehidupan ( an-nafs ), harta ( al-maal ), dan keturunan ( an-nasl). Kelima mashlahah tersebut pada dasarnya merupakan sarana yang sangat dibutuhkan bagi kelangsungan kehidupan yang baik dan terhormat. Mashlahah dapat dicapai hanya jika manusia hidup dalam keseimbangan ( equilibrium ), sebab keseimbangan merupakan sunahtullah.
Nilai-nilai dasar ekonomi islam :
1.      Keadilan ( adl ), merupakan nilai paling asasi dalam ajaran islam. Menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman adalah tujuan utama dari risalah para Rosul-Nya. Sesuai dengan Q.S Al-Hadid ayat 25 :
“Sungguh, Kami telah mengutus Rosul-Rosul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rosul-Rosul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa. “.
2.      Khilafah
Nilai khilafah secara umum berarti tanggung jawab sebagai pengganti atau utusan Allah di alam semesta. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumu, yaitu menjadi wakil Allah untuk memakmurkan bumi dan alam semesta. Dalam makna sempit, khilafah berarti tanggung jawab manusia untuk mengelola sumber daya yang dikuasakan Allah kepadanya. Untuk mewujudkan mashlahah yang maksimum dan mencegah kerusakan di muka bumi. Untuk mewujudkan nilai khilafah ini manusia telah diberi kepada Allah berupa hak penguasaan-pemilikan, hak pengelolaan sumber daya dan kebebasan untuk memilih dan berkreasi untuk mengemban amanahnya. Makna khilafah dapat dijabarkan menjadi : tanggung jawab perilaku ekonomi dengan cara yang benar, tanggung jawab untuk mewujudkan mashlahah maksimum dan tanggung jawab perbaikan kesejahteraan setiap individu.
3.      Takaful
Islam mengajarkan bahwa seluruh manusia adalah saudara. Sesama orang islam adalah saudara dan belum sempurna iman seseorang sebelum ia mencintai saudaranya melebihi cintanya pada diri sendiri. Hal inilah yang mendorong manusia untuk mewujudkan hubungan yang baik di antara individu dan masyarakat melalui konsep penjaminan oleh masyarakat atau takaful. Konsep takaful ini bisa dijabarkan menjadi : jaminan terhadap pemilikan dan pengelolaan sumber daya oleh individu, jaminan setiap individu untuk menikmati hasil pembangunan atau output, jaminan setiap individu untuk membangun keluarga sakinah dan jaminan untuk amar ma`ruf nahi munkar.
Prinsip ekonomi dalam islam merupakan kaidah-kaidah pokok yang membangun struktur atau kerangka ekonomi islam yang digali dari al-qur`an dan / atau sunnah. Prinsip ekonomi ini berfungsi sebagai pedoman dasar bagi setiap individu dalam berperilaku ekonomi. Adapun prinsip-prinsip yang akan menjadi kaidah-kaidah pokok yang membangun sruktur atau kerangka ekonomi islam adalah : Kerja ( Resource Utiliziation ), Kompensasi ( Compentation ), Efisiensi (Efficiency), Profesionalisme ( Professionalism ), Kecukupan ( Sufficiency ), Pemerataan Kesempatan ( Equal Opportunity ), Kebebasan ( Freedom ), Kerja Sama ( Cooperation ), Persaingan ( Competition ), Keseimbangan ( Equilibrium ), Solidaritas ( Solidarity ), dan Informasi Simetri ( Symmetric inormation).
2.2       Transaksi pembelian bai` as-salam.
Bai` as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka. Pelaksanaan bai` as-salam harus memenuhi sejumlah rukun berikut: Muslam atau pembeli, muslam ilaih atau penjual, modal atau uang, muslam fiihi atau barang, dan sighat atau ucapan. Disamping semua rukun terpenuhi bai` as-salam juga mengharuskan tercukupinya segenap syarat pada masing-masing rukun. Dibawah ini akan diuraikan dua diantara rukun-rukun terpenting, yaitu modal dan barang.
Landasan syariah as-salam
1.      1.Al-Qur`an.
      Surat Al-Baqarah ayat 822
            “ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya...”
2.      Al-Hadist.
            Ibnu abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. datang ke Madinah maka penduduknya melakukan salaf ( salam ) dalam buah-buahan untuk jangka waktu satu, dua dan tiga tahun. Rasulullah berkata :
            “Barangsiapa yang melakukan salaf ( salam ), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui”.
      Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda :
            “ Tiga hal yang didalamnya terdapat kebekahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah ( mudharabah ) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual “ ( HR Ibnu Majah )
1.      Modal transaksi bai`as-salam.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam modal bai`as-salam adalah sebagai berikut:
a.       Modal harus diketahui.
b.      Barang yang akan disuplai harus diketahui jenis, kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah bahwa ia harus dalam bentuk uang tunai.
2.      Penerimaan pembayaran salam
            Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di tempat kontrak. Hal tersebut dilakukan agar pembayaran oleh pembeli tidak dijadikan utang bagi penjual. Lebih khusus lagi, pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar dari penjual. Hal ini adalah untuk mencegah praktik riba.
2.2.1 Transaksi Al-muslam Fiihi ( barang )
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam al-muslam fiihi atau barang yang ditransaksikan dalam bai` as-salam adalah sebagai berikut :
a.       Harus spesifik dan dapat diakui sebagai utang
b.      Harus bisa diidentifikasi secara jelas untuk mengurangi kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang macam barang tersebut ( misalnya : beras), tentang klasifikasi kualitas ( misalnya: kualitas utama, kelas dua, atau eks. Ekspor ), serta mengenai jumlahnya.
c.       Penyerahan barang dilakukan dikemudian hari.
d.      Bolehnya menentukan tanggal waktu di masa yang akan datang untuk penyerahan barang.
e.       Tempat penyerahan. Pihak-pihak yang berkontrak harus menunjuk   tempat yang disepakati dimana barang harus diserahkan.
f.       Penggantian muslam fiihi dengan barang lain.
Penukaran atau penggantian barang muslam fiihi dengan barang lain tidak diperkenankan, karena meskipun barang belum diserahkan barang tersebut tidak lagi menjadi milik muslam ( fidz-dzimah ). Bila barang tersebut diganti dengan barang yang memiliki spesifikasi dan kualitas sama, meskipun sumberdaya berbeda, para ulama membolehkannya. Hal demikian tidak dianggap sebagi jual beli, melainkan penyerahan unit yang lain untuk barang yang sama.
2.2 Pengertian Bisnis
Pengertian bisnis adalah serangkaian usaha yang dilakukan 1 orang atau lebih individu maupun kelompok dengan  menawarkan barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan/laba.
Pengertian bisnis adalah sebuah usaha, dimana setiap orang atau kelompok harus siap untung & siap rugi. bisnis tidak hanya tergantung dengan modal uang, tetapi banyak faktor yang mendukung terlaksananya sebuah bisnis, misalnya : reputasi, keahlian, ilmu, sahabat & kerabat dapat menjadi modal bisnis.


2.3 Pengertian Franchise
1.      David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan dibawah asistensi franchisor.
2.      Menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati.
3.      Selain definisi menurut kacamata asing, di Indonesia juga berkembang definisi franchise. Salah satunya seperti yang diberikan oleh LPPM (Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen), yang mengadopsi dari terjemahan kata franchise. IPPM mengartikannya sebagai usaha yang memberikan laba atau keuntungan sangat istimewa sesuai dengan kata tersebut yang berasal dari wara yang berarti istimewa dan laba yang berarti keuntungan.
4.      Menurut PP No.16/1997 waralaba diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.


PEMBAHASAN

4.1       Bisnis franchise syariah dalam krisis ekonomi global
Pada akhir 2008 lalu lagi – lagi perekonomian dunia dilanda krisis global. Resesi telah melanda perekonomian dunia. Krisis yang bermula dari krisis subpreme mortgage yang terjadi di Amerika Serikat ini membawa dampak yang cukup besar bagi perekonomian dunia. Bagaimana tidak, karena selama ini negara adi kuasa tersebut yang menjadi kiblat dari perekonomian dunia. Termasuk beberapa negara berkembang seperti Indonesia. Ekspor kita sebagian besar ditujukan pada negara tersebut. Sehingga ketika Amerika Serikat mengalami resesi, sedikit banyak perekonomian negara kita akan terkena dampaknya.
Jika kita meninjau dari sisi teori, dasar penyebab dari resesi ini adalah sistem ekonomi kapitalis. Kita tidak menyadari bahwa sistem yang banyak dianut oleh kebanyakan negara – negara di dunia ini ternyata banyak memiliki kelemahan.
Indonesia termasuk jajaran negara yang masih menggunakan sistem ini, meskipun secara hukum sistem yang berlaku adalah sistem ekonomi pancasila, tetapi arah perekonomian kita menuju ke arah kapitalis. Krisis ekonomi global yang telah melanda dunia juga membawa dampak bagi perekonomian Indonesia. Perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk membuktikan sistem campuran kapitalis yang selama ini kita jalankan telah terbukti gagal dalam pelaksanaannya.  Berbagai sektor bisnis yang ada di Indonesia masih menerapkan sistem konvensional. Padahal resesi yang terjadi beberapa kali melanda perekonomian dunia ditimbulkan oleh sistem ini.
Hak ini juga berdampak pada usaha franchise konvensional sudah berkembang pesat dewasa ini. Franchise tersebut mempunyai banyak kelemahan dan tidak mampu bertahan dari goncangan krisis. Hal ini dikarenakan sistem kapitalis itu sendiri yang labil. Kelabilan ini berpangkal pada keserakahan dari kaum kapitalis yang hanya ingin mencari keuntungan pribadi dan inilah menjadi tujuan utama dari sistem ini Hal ini berarti para ekonom dituntut untuk mulai mencari jalan keluar dari pokok permasalahan ini.
Salah satu solusi baru yang telah mulai ditawarkan adalah sistem ekonomi islam. Dalam sistem ekonomi syari’ah terdapat beberapa sistem bisnis salah satunya adalah franchise syari’ah. Di dalam franchise syariah sistem yang diterapkan tentu saja sistem ekonomi syariah yang berlandaskan pada al-qur’an dan al-hadis. Sistem syariah ini merupakan jawaban dari kegagalan sistem kapitalis. Dalam sistem syari’ah ditawarkan suatu hal yang berbeda dibandingkan sistem kapitalis yang biasa diterapkan. Dalam sistem syar’ah, yang paling ditekankan dan yang paling penting adalah keadilan. Dalam hal ini prinsip keadilan benar-benar diutamakan. Hal ini dapat kita lihat dalam al-qur’an Sesuai dengan Q.S Al-Hadid ayat 25 :
“Sungguh, Kami telah mengutus Rosul-Rosul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka Kitab dan neraca (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil. Dan kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rosul-Rosul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat, Mahaperkasa. “.
Secara garis besar keadilan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terdapat kesamaan perlakuan di mata hukum, kesamaan hak kompensasi, hak hidup secara layak, hak menikmati pembangunan dan tidak adanya pihak yang dirugikan serta adanya keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Berdasar muatan makna adil yang ada dalam al-qur`an, maka bisa dibagi nilai turunannya yaitu : persamaan kompensasi, persamaan hukum, moderat, dan proporsional. Keadilan tersebut dapat terwujud jika setiap orang menjunjung tinggi nilai kebenaran, kejujuran, keberanian, kelurusan, dan kejelasan.
Konsep keadilan yang dibawa sistem syari’ah bisa diterapkan pada franchise yang ada. Aliran pengembalian harta atas hak dagang pada Franchise konvensional masih mengalir terlalu tinggi kepada Franchisor.Dan franchisee menjadi penanggung resiko paling besar terutama dengan berlakunya royalty fee dan franchise fee.Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip Bagi Hasil (Share-Able). Mudharaba/Musyaraka atau bagi hasil yang pada intinya adalah risk/return sharing atau berbagi untung dan rugi. Sistem ini terbukti lebih adil karena masing-masing pihak menanggung risiko bisnis secara bersama. Hal ini dapat lebih dipahami dalam contoh tabel Perbedaan Sistem Franchise Konvensional dengan Sistem Syariah pada Koperasi Mart, yaitu sebagai berikut :
Tabel 1.Perbedaan Sistem Franchise Konvensional dengan Sistem Syariah
PENJUALAN BERSIH

PERSENTASE FRANCHISE

NISBAH NET PROFIT
SHARE-ABLE (ASUMSI)

Rp. 0 s.d Rp. 75.000.000.

0%

50 % : 50 %

Rp. 75.000.000. s.d Rp.100.000.000.

2%

50 % : 50 %

Rp. 100.000.000. s.d Rp150.000.000.

2,5%

50 % : 50 %

> Rp. 150.000.000.

3%

50 % : 50 %



Dengan penjabaran seperti tabel di atas, dapat kita lihat bahwa dalam sistem syariah pembagian dalam keuntungan sangatlah adil. Kedua belah pihak mendapatkan porsi serta ujkuran yang sama sesuai dengan kapasitas mereka.
            Akan tetapi,franchise yang banyak digunakan merupakan Franchise berbasis kapitalis. Konsep terutama dalam krisis ekonomi global yang terjadi di tahun 2008-2009 dimana sistem ekonomi kapitalis mengalami resesi besar-besaran. Sistem ekonomi kapitalis terbukti telah gagal dalam menjalankan sistemnya
            Namun, masih banyak pihak yang belum menyadari tentang keruntuhan sistem kapitalisme itu. Hal ini terbukti masih banyak sektor bisnis yang menerapkan sistem ekonomi konvensional. Salah satunya Franchise atau waralaba saat ini yang menggunakan sistem konvensional. Padahal dengan menerapkan sistem syari’ah dalam bidang franchise, dapat menutupi serta mengurangi kelemahan dari sistem kapitalis yang telah diterapkan sebelumnya.

4.2  Franchise syari’ah sebagai alternatif pengganti franchise yang telah ada
            Sistem syariah telah terbukti dapat menjadi solusi alternatif dari krisis ekonomi yang sedang melanda dunia. Oleh karena itu muncul sebuah pemikiran apabila sistem ini juga diterapkan dalam sektor bisnis baik formal amaupun informal, bisnis franchise salah satunya. Franchise konvensional cenderung lebih berpihak kepada  Franchisor & cenderung lebih merugikan franchisee. Dalam konsep franchise konvensional,terdapat dua jenis  biaya yang harus dikeluarkan oleh franchisee kepada franchisor, yaitu: royalty fee dan franchise fee .Penghitungan royalty fee biasanya berdasarkan omzet penjualan.Royalty fee berdasarkan omzet penjualan memberikan kebebasan terhadap franchisor akan penanggungan risiko.Sedangkan pembebanan Franchise fee biasanya  untuk jangka waktu tertentu ( pada umumnya 5 tahun).Pada dasarnya pengenaan  franchise fee memberikan keuntungan di depan bagi pihak franchisor dengan usaha yang belum berjalan. Frenchise fee memang hak yang harus diberikan kepada pihak frenchisor sebagai pemilik produk, namun dalam kenyataannya hak yang mereka minta tidak sebanding dengan penjualan yang dilakukan oleh pihak franchisee. frenchise fee memang seharusnya ada
Sedangkan dalam ekonomi islam kita dianjurkan untuk menegakkan keadilan dalam berbisnis. Dalam sistem ekonomi islam prinsip yang diterapkan adalah tidak diperbolehkan adanya hubungan yang tidak saling menguntungkan. Jadi, dalam sistem ekonomi islam kedua pihak haruslah sama-sama untung, tidak hanya satu pihak saja. Tidak seperti franchise konvensional yang hanya menguntungkan franchisor saja, dalam sistem syari’ah baik pihak franchisor dan franchisee haruslah berbagi baik keuntungan maupun kerugian dengan porsi yang adil.
            Pihak Franchisor atau dalam istilah ekonomi islam disebut Mudharib lebih berperan dalam pengembangan bisnis, brand, serta memperluas pengalamannya dalam sektor bisnis. Sedangkan dari pihak franchisee atau dalam istilah ekonomi islam disebut Shahibul Maal memberikan kontribusinya dengan modal, baik uang maupun asset yang dimiliki. Jika prinsip-prinsip tersebut kita jalankan dengan baik dan tentunya tidak bertentangan dengan syari’ah dan tetap berlandaskan pada asa keadilan, dapat kita sebut franchise tersebut dengan franchise berbasis syari’ah.
Dari penjabaran di atas dapat kita uraikan karakteristik utama dari bisnis Franchise syari’ah :
  1. Tidak mengenal adanya franchise fee. Hal ini dikarenakan usaha belum berjalan. Setiap keuntungan akan dinikmati setelah usaha berjalan dan ada keuntungan.
  2. Royalty fee atau lebih tepatnya bagi hasil diambil dari gross profit atau net profit. Bisa dihitung bulanan, 3 bulanan, atau sesuai kesepakatan.
  3. Usaha tersebut menjadi milik bersama. Proporsi kepemilikan saham dan bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan/akad kedua belah pihak. Biasanya tergantung kepada karakteristik bidang usahanya. Dan kepemilikan usaha ini bisa dibatasi waktu atau bisa juga selamanya, tergantung kesepakatan.Dalam kerjasama ini, franchisee (shahibul maal) bisa terlibat dalam manajemen usaha ataupun tidak. Oleh karena itu, Meskipun royalti fee sewajarnya ada dan harus ada dalam franchise namun memungutnya harus sama untuk setiap franchisee. Jadi tidak boleh ada diskriminasi meskipun franchisor memiliki franchisee di beberapa daerah dan omsetnya berbeda-beda

4.3       Prospek di Indonesia
Pada dasarnya konsep bisnis waralaba atau frenchise  diharapkan dapat memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam menjalin kemitraan bisnis yang dapat saling melindungi dan menguntungkan.hingga  tahun 1998, cara pendistribusian dengan waralaba diperkirakan mencapai lebih dari 50% dari total penjualan eceran di Amerika Serikat, dan pertumbuhan waralaba sama berhasilnya di negara-negara maju lainnya seperti: Kanada, Inggris, Jerman, dan Jepang. demikian pula dengan Indonesia, pertumbuhan bisnis waralaba meningkat dengan pesat sejak terjadinya krisis. Dari data yang dilansir oleh pemerintah, jumlah pengusaha kecil dan menengah   mencapai angka 95 % dari keseluruhan pengusaha yang ada di Indonesia. Artinya bisnis waralaba ini masih sangatlah  prospektus dengan dasar adanya potensi yang dapat diambil dari para pengusaha kecil dan menengah di negeri ini masih sangat besar, dan belum dioptimalisasi secara penuh dalam pemanfaatannya. Dalam konsep waralaba pada umumnya, terkandung ajaran islam yang sangat mulia yaitu adanya proses hubungan silaturahmi antara pihak yang akan bekerjasama. aktivitas silaturahmi dalam ajaran agama islam disebutkan sebagai aktivitas yang akan mendatangkan rahmat Allah yang tidak terkira. hal ini diperkuat dengan adanya sabda rosulullah SAW dalam hadis berikut :
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada sholat dan sahum?” tanya Rasulullah Saw kepada sahabat-sahabatnya.
Rasulullah kemudian menjelaskan, “Engkau damaikan yang bertengkar, menyambung persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, membejambatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwwah di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya. Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rizkinya hendaklah ia menyambung persaudaraan.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Dari segi agama banyak hal yang dapat kita jadikan dasar bahwa bisnis frenchise merupakan bisnis yang memiliki prospek sangat baik. Dari segi sosial serta budaya, frenchise merupakan bisnis yang menjanjikan sebab dalam pelaksanaanya franchisee akan dapat menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan jika ditinjau dari segi pasar baru – baru ini produk franchise memiliki banyak konsumen dikarenakan harga yang terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat baik menengah ke bawah sampai menengah ke atas. Terbukti dari stan – stan franchisee yang dibuka di mall dan pusat perbelanjaan yang tidak pernah sepi pelanggan. Selain itu produk franchise dapat kita temukan dengan mudah karena memiliki banyak cabang. Dan rasa produk yang dijual meskipun kita beli di tempat yang berbeda tetapi meiliki rasa yang sama.
Dengan demikian, terlepas dari misi sosial, aspek bisnis waralaba menjadi pertimbangan kondisi masyarakat saat ini. Di sisi lain, dalam membangun suatu bisnis maka yang penting bagi kita adalah tidak keluar dari prinsip ekonomi Islam. Dalam ajaran ekonomi Islam disebutkan bahwa kekayaan merupakan amanah dari Allah dan tidak dapat dimiliki secara mutlak; manusia diberikan kebebasan untuk bermuamalah selama tidak melanggar ketentuan syariah; manusia merupakan khalifah dan pemakmur di muka bumi; penghapusan praktek riba; dan penolakan terhadap monopoli.
Selain itu, dalam melakukan bisnis, bagi umat Islam harus mengindahkan etika Islam yang berupa jujur, amanah, adil, profesional (ihsan), saling bekerjasama (ta’awun), sabar, dan tabah. Oleh sebab itu, dalam membangun bisnis waralaba pun kita harus selalu berprinsip pada ekonomi Islam dan menjaganya dengan menerapkan etika bisnis secara islami. Dari sini, maka akan terlahir usaha untuk mempertimbangkan secara bijaksana dan cermat dalam menumbuhkan dan membangun jaringan bisnis waralaba.
Dalam melakukan bisnis waralaba ini, menurut Rambat Lupiyoadi dan Jero wacik (1998), ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dengan cermat.
 Pertama, organisasi dari perusahaan yang diberi hak. Di mana perusahaan pemberi hak biasanya masuk ke suatu negara dan mencari partner atau perusahaan yang ingin mendapatkan hak mereka. Lalu mereka akan berunding untuk menentukan bentuk organisasi apa yang layak dan cocok untuk pengembangan usaha yang akan dilakukan.
Kedua, modifikasi sistem operasi. Karena biasanya produk-produk yang dijual itu harus mengalami modifikasi karena kebutuhan dan culture (budaya) dari suatu negara berbeda dengan negara lainnya. Karena itu, antara pemberi dan penerima hak harus berkompromi dan berunding untuk menentukan modifikasi baik pada sistem operasi maupun produk yang akan dijual.
Ketiga, masalah perjanjian atau kontrak yang ada. Di mana pada saat penyusunan kontrak harus detail dan bentuknya kurang lebih sama dengan metode lisensi. Lebih dari itu, yang jelas secara garis besar ada tiga masalah pokok dalam pemilihan bentuk usaha sebagaimana terlihat dari usulan yang telah diberikan, yaitu:
  1. Motivasi usaha. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dengan cermat menyangkut pengertian bentuk usaha yang akan dijalankan, kelompok usaha yang akan didirikan, maksud pendiriannya, perundingan pendirian dan kesepakatan pendirian usaha.
  2. Efesiensi usaha. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan menyangkut pertanggung jawaban yang harus diberikan, fungsi manajemen dan kontrol yang harus diadakan, aspek formalitas, fleksibilitas dan permodalan yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar.
  3. Bentuk usaha yang dipilih. Di sini, tentu banyak ditentukan oleh jenis badan usaha tersebut, bentuk permodalan, tanggung jawab usaha, keanggotaan, pembagian laba, publikasi atas perkiraan tahunan, dll.
            Dari analisa di atas mengenai potensi franchise di Indonesia dapat kita simpulkan bahwa prospek franchise di Indonesia masih sangat bagus artinya bisnis ini dalam jangka panjang masih akan dapat bertahan dan dapat meningkatkan perekonomian nasional. Apalagi jika dalam prakteknya diterapkan prinsip – prinsip syariah yang telah terbukti tahan terhadap goncangan krisis ekonomi.


PENUTUP
5.1       Simpulan
           Dari hasil analisa kami pada pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1.      Sistem ekonomi syariah terbukti tidak goyah saat terjadi krisis ekonomi global. Maka diprediksikan franchise dengan sistem syariah juga dapat bertahan dari goncangan krisis ekonomi global
2.      Franchise syariah memiliki banyak keunggulan dibanding sistem franchise konvensional baik dari segi agama, sosial, budaya, serta pihak franchisor dan franchisee. Maka, franchise syariah dapat dijadikan sebagai alternatif franchise yang sudah ada.
3.      Prospek franchisee di Indonesia masih sangat cukup bagus ditinjau dari segi peluang usaha dan pangsa pasar. Namun dalam penerapannya masih bersifat konvensional, sehingga jika sistem franchise syariah diteapkan di Indonesia dapat memajukan bisnis usaha franchise di Indonesia dan akan tetap bertahan terhadap goncangan jika terjadi krisis dalam perekonomian.

5.2       Saran
1.      Pemerintah diharapkan dapat mensosialisasikan dan mengenalkan mengenai konsep franchise syariah kepada para pengusaha baik franchisor maupun franchisee.
2.      Pemerintah diharapkan dapat menghimbau para pengusaha baik yang akan membuka usaha franchise barunya maupun yang telah berjalan untuk menerapkan sistem franchise syariah dalam mengembangkan usahanya.
3.      Pemerintah atau elemen masyarkat terkait diharapkan dapat mensosialisasikan tentang dasar-dasar serta prinsip ekonomi islam lebih terperinci dan jelas dalam aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.


No comments:

Post a Comment