PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan memberikan suatu visi dan kacamata standar kualitas hidup dari manusia. Hal ini dapat dilihat dari posisi pendidikan yang menjadi sangat vital dalam pembentukan pribadi manusia. UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional mencatumkan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, pendidikan haruslah diarahkan pada tujuan untuk membentuk generasi muda yang memiliki unsur-unsur spiritual, moralitas, sosialitas dan rasionalitas, serta tidak hanya menekankan pada segi pengetahuan (kognitif) tetapi juga harus menekankan pada segi emosi, rohani dan hidup bersama. (Iis Wasilah, 2008)
Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA; bahasa inggris: Senior High School), adalah jenjang dari pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sebagai jembatan antara pendidikan menengah pertama dan perguruan tinggi, pendidikan SMA kurang begitu optimal dalam mengembangkan kualitas dari peserta didik. Apabila dikaitkan dalam sebuah teori belajar, pendidikan SMA sekarang ini masih mengacu pada teori asosiasi. Pada dasarnya, teori ini mementingkan penguasaan bahan pelajaran yang sebanyak-banyaknya dan mengutamakan pembentukan material atau dapat pula berarti mengumpulkan ilmu atau menumpuk-numpuk berbagai pengetahuan. Teori ini menimbulkan pendidikan “intelektualistis”, dalam pengertian bahwa aspek-aspek pembentukan pribadi anak didik sering terabaikan. Anak didik dianggap sebagai makhluk yang “pasif”, sebagai bejana kosong yang harus diisi dengan berbagai pengetahuan dan guru memegang peranan penting yang aktif. (As’ari Djohar, 2003)
Penggunaan metode pembelajaran disetiap mata pelajaran sangat penting, karena tidak semua metode pembelajaran tepat untuk semua penyampaian, waktu, kondisi, dan bidang studi. Salah satu penentu dalam kegiatan belajar mengajar adalah metode. Metode pengajaran adalah suatu cara untuk menyajikan pesan pembelajaran sehingga pencapaian hasil pembelajaran dapat optimal. Akan tetapi, metode pembelajaran dan pengajaran di SMA dewasa ini belum dapat berjalan secara optimal dan aktif melibatkan peran serta siswa. Hal ini mengacu pada metode pengajaran di sekolah masih banyak yang kurang menekankan pada kegiatan belajar sebagai proses. Metode pengajaran masih sering disajikan dalam bentuk pemberian informasi, kurang didukung dengan penggunaan media dan sumber lainnya. Menurut Wiwik Winarsih (2010: 3), guru masih banyak menggunakan metode konvensional dalam pelaksanaan pembelajaran yang mengakibatkan siswa pasif karena sebagian besar proses pembelajaran didominasi oleh guru, siswa hanya mendengarkan dan mencatat yang menjadi pokok dari penyampaian guru sehingga keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran hampir tidak ada. Dan bahkan hal tersebut menciptakan sebuah aliran satu arah (one-way) dari tenaga pendidik ke anak didiknya dan bersifat monoton. Aliran satu arah tersebut diimplementasikan dalam bentuk pengajaran di depan kelas dengan guru sebagai focus of class dan siswa sebagai absolute receiver.
Padahal menurut Broto Suseno (2007: 12-13), belajar merupakan proses dimana individu atau pembelajar harus aktif. Keaktifan siswa dalam proses belajar akan menentukan kualitas materi yang diserap oleh siswa. Hal ini selaras dengan prinsip pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli bahwa, belajar adalah suatu proses dimana pembelajar harus aktif, guru hanya menstimulus keaktifan para pembelajar dengan hanya menyajikan bahan pelajaran, sedangkan yang mengolah dan mencerna adalah pembelajar atau siswa itu sendiri. Siswa harus aktif secara fisik dan psikis. Prinsip keaktifan dalam belajar (active learning) (mendengar, menerima, membuat sendiri, memikirkan sendiri dan membuktikan sendiri) siswa diarahkan pada “learning by doing-learning by experience” dan menurut penelitian hal ini akan lebih berhasil dibandingkan dengan mempasifkan siswa. Hal ini dapat kita lihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1 Aktivitas Belajar
Aktifitas
|
Hasil
|
Mendengar
|
15 %
|
Ditambah melihat
|
55 %
|
Ditambah berbuat
|
90 %
|
Sumber: Romani, Ahmad. 1995:08
Oleh karena itu, penggunaan metode pembelajaran yang dapat membangun keaktifan siswa disetiap mata pelajaran di SMA sangat penting. Hal ini mengacu bahwa metode pembelajaran yang diarahkan pada Active Learning atau belajar aktif dapat mengajak siswa untuk belajar secara aktif dan secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang dipelajari ke dalam suatu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata sehingga dapat memfasilitasi pembangunan intelektual (kognitif), moralalitas (afektif), dan keterampilan (psikomotor) secara optimal (Zaini, 2002: xvi). Sedangkan menurut Desi (2008) keaktifan siswa dalam belajar dapat dilihat dari keikutsertaannya dalam melaksanakan tugas belajarnya. Keaktifan siswa dalam belajar dapat berwujud perilaku-perilaku yang muncul dalam proses pembelajaran, seperti perhatian terhadap ulasan materi pelajaran, respon terhadap suatu masalah dalam pembelajaran, dan kedisiplinan dalam mengikuti pembelajaran.
Menurut Sukardi (2007), keberhasilan dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh metode atau strategi belajar yang digunakan. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam membangun keaktifan siswa SMA di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dan menciptakan sebuah active learning activities adalah model pembelajaran Quantum baik Quantum Teaching maupun Quantum Learning. Model Quantum ini diadopsi dari beberapa teori. Antara lain sugesti, teori otak kanan dan kiri, teori otak triune, pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik) dan pendidikan holistik. Pada intinya, menurut De Porter dalam Ary Nilandari (2000:6), Quantum teaching bersandar pada konsep “bawalah dunia mereka ke dunia kita, dan antarkan dunia kita ke dunia mereka”. Hal ini memberi pengertian bahwa mendapatkan hak mengajar, seorang guru harus membuat jembatan autentik memasuki kehidupan siswa sebagai langkah pertama. Setelah kaitan itu terbentuk bawalah mereka ke dunia kita sehingga siswa dapat membawa apa yang dipelajari ke dalam dunianya dan menerapkannya pada situasi baru. Sedangkan dalam kaitan Quantum Learning, De Porter (2002) mengatakan bahwa metode Quantum Learning berusaha menggabungkan peningkatan multi sensori dan multi kecerdasan otak yang pada akhirnya akan meningkatkan kemampuan siswa untuk berprestasi dan Quantum Learning membawa siswa menjadi individu yang selalu menggunakan metode belajar aktif (active learning).
Melihat uraian latar belakang di atas, penulis menawarkan sebuah gagasan sebagai solusi dalam perbaikan kualitas pendidikan dan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di SMA melalui sebuah Program Kreativitas Mahasiswa dengan judul “Optimalisasi Penerapan Model Quantum (Teaching and Learning) Berbasis Active Learning Activities For One Week ( ALA-1W) pada SMA Sebagai Cara Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam KBM”.
Tujuan dan Manfaat yang Ingin Dicapai
Tujuan
- Untuk mengetahui bentuk Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active learning activities for one week ( FLA-1W) pada SMA sebagai cara meningkatkan keaktifan siswa pada Kegiatan Belajar Mengajar (KBM)
- Untuk mengetahui cara pengimplementasian Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active learning activities for one week ( FLA-1W) agar dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa SMA dalam KBM.
- Untuk mengetahui bahwa Model Quantum (Teaching and Learning) berbasis active learning activities for one week ( FLA-1W) dapat dapat digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa SMA dalam KBM.
Manfaat
- Memberikan referensi teaching and learning activities model dalam kegiatan belajar mengajar selama satu minggu pada Sekolah Menengah Atas ( SMA ) yang dapat meningkatkan keaktifan siswa.
- Mambangun kualitas intelektual, moralitas dan spiritual siswa SMA melalui aktivitas pembelajaran yang aktif selama satu minggu (active learning activities for one week, FLA-1W).
- Meningkatkan mutu pendidikan nasional melalui proses pembelajaran dengan melibatkan peserta didik / siswa SMA secara aktif dalam mengembangkan potensi dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
GAGASAN
Keadaan KBM di SMA
Menurut M. Shiddiq Al-Jawi (2006), kualitas pendidikan di Indonesia sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia semakin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke- 105 (1998), dan ke-109 (1999). Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survai dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Dan Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan oleh data Balitbang (2003) bahwa dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
Salah satu penyebab yang mendasar dari rendahnya kualitas pendidikan di SMA yang masih rendah menurut M. Shiddiq Al-Jawi (2006) adalah rendahnya kualitas guru. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan untuk SMA adalah sebesar 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta).
Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, tetapi pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini dikuatkan bahwa pengajaran guru dapat mempengaruhi keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan keaktifan siswa mempengaruhi dalam pencapaian prestasi belajar.( Nadu Azizah Islami, 2009)
Dalam KBM di sekolah setiap harinya, siswa SMA tidak diperhatikan potensi dan bakat yang dimiliki. Tenaga pendidik hanya mencekoki murid (teacher oriented) dengan mata pelajaran yang telah tersusun dalam jadwal harian tanpa menitikberatkan pada pola belajar siswa aktif atau active learning. Hal tersebut didukung oleh metode penjadwalan harian selama satu minggu oleh rata-rata SMA negeri yang ada. Penjadwalan tersebut dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2.1 Jadwal Harian SMA Negeri (jam)
Jam
|
Senin
|
Selasa
|
Rabu
|
Kamis
|
Jumat
|
Sabtu
|
1
|
07.00-07.45
|
07.00-07.45
|
07.00-07.45
|
07.00-07.45
|
07.00-07.45
|
07.00-07.45
|
2
|
07.45-08.30
|
07.45-08.30
|
07.45-08.30
|
07.45-08.30
|
07.45-08.30
|
07.45-08.30
|
3
|
08.30-09.15
|
08.30-09.15
|
08.30-09.15
|
08.30-09.15
|
08.30-09.15
|
08.30-09.15
|
4
|
09.15-10.00
|
09.15-10.00
|
09.15-10.00
|
09.15-10.00
|
09.15-10.00
|
09.15-10.00
|
istirahat
|
10.00-10.15
|
10.00-10.15
|
10.00-10.15
|
10.00-10.15
|
10.00-10.15
|
10.00-10.15
|
5
|
10.15-11.00
|
10.15-11.00
|
10.15-11.00
|
10.15-11.00
|
10.15-11.00
|
10.15-11.00
|
6
|
11.00-11.45
|
11.00-11.45
|
11.00-11.45
|
11.00-11.45
|
11.00-11.45
| |
istirahat
|
11.45-12.15
|
11.45-12.15
|
11.45-12.15
|
11.45-12.15
| ||
7
|
12.15-13.00
|
12.15-13.00
|
12.15-13.00
|
12.15-13.00
| ||
8
|
13.00-13.45
|
13.00-13.45
|
13.00-13.45
|
13.00-13.45
| ||
9
|
13.45-14.30
|
13.45-14.30
|
13.45-14.30
|
13.45-14.30
|
Sumber : SMA N 1 Geger Kab. Madiun Tahun Pelajaran 2010 / 2011
Tabel 2.2 Jadwal Mata Pelajaran SMA Negeri (contoh jurusan IPA)
Jam
|
Senin
|
Selasa
|
Rabu
|
Kamis
|
Jumat
|
Sabtu
|
1
|
Upacara
|
biologi
|
Kimia
|
Biologi
|
Fisika
|
Komputer
|
2
|
seni rupa
|
biologi
|
Kimia
|
Biologi
|
Fisika
|
Komputer
|
3
|
seni rupa
|
PLH
(Lingk. Hidup)
|
Olahraga
|
Bahasa inggris
|
Biologi
|
Matematika
|
4
|
Matematika
|
Fisika
|
Olahraga
|
Bahasa inggris
|
Coversation
|
PD
|
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
| |
5
|
Matematika
|
Bahasa inggris
|
Bahasa indonesia
|
PKN
|
Coversation
|
Agama
|
6
|
Sejarah
|
Bahasa inggris
|
Bahasa indonesia
|
PKN
|
Agama
| |
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
|
istirahat
| |||
7
|
Kimia
|
Matematika
|
Fisika
|
Kimia
| ||
8
|
Bahasa Indonesia
|
Kimia
|
Matematika
|
Fisika
| ||
9
|
Bahasa Indonesia
|
biologi
|
Bahasa inggris
|
Bahasa Indonesia
|
Sumber : SMA N 1 Geger Kab. Madiun Tahun Pelajaran 2010 / 2011
Tabel 2.3 komposisi penjadwalan
Bidang
|
Jumlah Jam
|
Total Waktu
(@45 menit)
|
Mata pelajaran Utama (eksak)
|
34
|
1530 menit
|
kesenian
|
2
|
90 menit
|
Lingkungan hidup
|
2
|
90 menit
|
Keterampilan bahasa
|
2
|
90 menit
|
Keterampilan IPTEK (komputer)
|
2
|
90 menit
|
Agama
|
2
|
90 menit
|
Kewarganegaraan
|
2
|
90 menit
|
Olahraga
|
2
|
90 menit
|
Pengembangan Diri (PD)
|
1
|
45 menit
|
Dengan model penjadwalan harian seperti diatas dengan penyebaran yang tidak mempertimbangkan keefektifan dalam pembelajaran akan mempengaruhi tingkat pengembangan kognitif, afektif dan psikomotor siswa SMA. Selain itu, model pembelajaran dengan penjadwalan tanpa memperhatikan minat, bakat dan kondisi siswa tersebut akan mempengaruhi tingkat antusias siswa terhadap materi yang diberikan. Hal seperti itu dapat ditandai oleh aktivitas siswa seperti: mengantuk, asyik dengan dirinya sendiri, bermain pulpen, telepon genggam, atau membersihkan kuku-kuku serta bercanda dengan teman sebangku bahkan sampai ada yang membuat gaduh seisi kelas dengan ulah-ulah.(Broto Suseno, 2007)
Ketidakefektifan dalam penjadwalan tersebut lebih didasarkan pada sistem pengaturan waktu dan pemberian mata pelajaran. Ketidakefektifan sistem pengaturan waktu didasarkan pada kombinasi pengaturan waktu pada mata pelajaran utama (kognitif), pengembangan sikap,moral dan perilaku (afektif) dan keterampilan (psikomotor). Misalnya, penempatan jadwal mata pelajaran olahraga diantara mata pelajaran utama dimana penempatan ini tidak efektif apabila melihat kondisi siswa pasca olahraga dan harus menerima pelajaran berikutnya. Ketidakefektifan sistem pemberian mata pelajaran disini dikaitkan dengan minat dan bakat siswa itu sendiri. Siswa tidak diberi keleluasaan dalam memilih mata pelajaran guna mengembangkan psikomotor.
Ketidakefektifan di atas juga didukung oleh metode pengajaran (teaching) di SMA yang masih menggunakan metode konvensional denga hanya sekadar berceramah, mencatat, dan hanya memberi informasi (proses satu arah) tanpa ada timbal balik. Walaupun ada feed back, itupun sebuah pertanyaan yang mudah dijawab dan tidak menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain atau paling tidak merangsang siswa untuk bertanya. Dan tidak jarang pula aktivitas tanya jawab yang terjadi terkesan dipaksakan. Misalnya siswa baru menjawab sebuah pertanyaan apabila sudah mendapat perintah atau ditunjuk oleh gurunya. Komunikasi yang terjadi antar siswa masih tergolong rendah sehingga tidak menimbulkan diskusi atau perdebatan yang menarik yang dapat meningkatkan aktivitas berpikir siswa. Kurangnya variasi dalam model pembelajaran juga merupakan salah satu faktor lesunya siswa dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) sehingga berakibat pada tingkat ketuntasan belajar siswa. Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003) bahwa suatu realita sehari-hari, di dalam suatu ruang kelas ketika sesi Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) berlangsung, nampak beberapa atau sebagian besar siswa belum belajar sewaktu guru mengajar. Selama KBM guru belum memberdayakan seluruh potensi dirinya sehingga sebagian besar siswa belum mampu mencapai kompetensi individual yang diperlukan untuk mengikuti pelajaran lanjutan. Beberapa siswa belum belajar sampai pada tingkat pemahaman. Siswa baru mampu mempelajari (baca: menghafal) fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan gagasan inovatif lainnya pada tingkat ingatan, mereka belum dapat menggunakan dan menerapkannya secara efektif dalam pemecahan masalah sehari-hari yang kontekstual. Selain itu, ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab ketidakaktifan siswa dalam Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM), yaitu :
a) Minat bakat yang tidak tersalurkan
b) Suasana kelas yang tidak nyaman dan menyenangkan
c) Penjadwalan mata pelajaran yang memberi tekanan dan kurang efektif
d) Penerapan metode konvensional pengajaran guru
e) Sarana prasarana yang kurang menunjang
Perubahan Kurikulum Pendidikan pada SMA
Inovasi terhadap pendidikan SMA selalu dilakukan pemerintah dalam rangka menciptakan sebuah metode pembelajaran yang aktif dan optimal. Untuk itulah dikeluarkan kurikulum; Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Ada empat pilar yang menopang KBK, yaitu Kurikulum dan Hasil Belajar, Penilaian Berbasis Kelas, Kegiatan Belajar Mengajar, dan pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah. (Boediono, 2002: 7), Keempat pilar tersebut menjadi satu sistem KBK yang saling bersinergi dan tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Dalam pengertian kurikulum yang menjadi fokus adalah pengertian kompetensi dan kurikulum yang berbasis kompetensi, prinsip-prinsip dalam pengembangan kurikulum, komponen komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), tujuan penyelenggaraan sekolah dan kompetensi lulusan.
Akan tetapi, dalam implementasiannya, Optimalisasi dan efektifitas belajar dalam kurikulum KBK 2004 masih kurang. Hal ini disebabkan oleh tingginya beban belajar di sekolah. Selain itu, Rendahnya pemahaman guru terhadap KBK merupakan persoalan lebih besar yang tidak dapat diatasi. Guru kurang paham KBK 2004 karena sosialisasinya yang tidak lancar, tidak merata dan tidak mendalam. Sehingga banyak guru yang tidak mengerti inti dari KBK dan bagaimana melaksanakannya. Karena banyak guru belum bisa menjalankan perannya sebagai fasilitator, mereka akhirnya kembali pada metode pembelajaran konvensional yang telah mereka kenal sebelumnya. Guru dan buku teks pelajaran menjadi sumber informasi tunggal sementara murid diharuskan menerima semua informasi yang disampaikan guru. (Moh Fauzi Ibrahim, 2007)
Oleh karena itu, pada tahun 2007 pemerintah merubah kurikulum KBK menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini dikatakan sebagai perbaikan dari KBK. KTSP ini merupakan bentuk implementasi dari UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: (1) standar isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan (7) standar penilaian pendidikan. Akan tetapi, kurikulum KTSP sekarang ini masih banyak kekurangan. Kekurangannya tidak lain adalah kurangnya sumber manusia yang potensial dalam menjabarkan KTSP, dengan kata lain masih rendahnya kualitas seorang guru. Karena dalam KTSP, seorang guru dituntut untuk lebih kreatif dalam menjalankan pendidikan. Sehingga pembelajaran di kelas masih menimbulkan tekanan dan kurang merangsang ide dan keaktifan siswa.
Model Quantum (Teaching and Learning) Berbasis Active Learning Activities
Model Pembelajaran Quantum sesungguhnya merupakan ramuan atau rakitan dari berbagai teori atau pandangan psikologi kognitif dan pemrograman neurologi/neurolinguistik yang jauh sebelumnya sudah ada. Di samping itu, ditambah dengan pandangan-pandangan pribadi dan temuan-temuan empiris yang diperoleh DePorter ketika mengembangkan konstruk awal pembelajaran Quantum. Model Quantum sendiri pada dasarnya terdiri dari dua hal, yaitu Quantum Learning dan Quantum Teaching.
Dalam Quantum Learning (1999:16), DePorter mengatakan Quantum Learning menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode sendiri. Termasuk di antaranya konsep-konsep kunci dari berbagai teori dan strategi belajar yang lain, seperti:
a) Teori otak kanan/kiri
b) Teori otak triune (3 in 1)
c) Pilihan modalitas (visual, auditorial, dan kinestetik)
d) Teori kecerdasan ganda
e) Pendidikan holistik (menyeluruh)
f) Belajar berdasarkan pengalaman
g) Belajar dengan simbol
h) Simulasi/permainan
Dan pada akhirnya, konsep Quantum Learning tertuju pada proses belajar yang menargetkan tumbuhnya “emosi positif, kekuatan otak, keberhasilan, dan kehormatan diri.” Keempat unsur ini digambarkan saling terkait. Dari kehormatan diri, misalnya, terdorong emosi positif yang mengembangkan kekuatan otak, dan menghasilkan keberhasilan, lalu (balik lagi) kepada penciptaan kehormatan diri. Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “ tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.” (Akhmad Sudrajat, 2008)
Apabila dikaitkan dengan proses dan hasil pembelajaran, Konsep Quantum Learning sukses diterapkan di Super Camp, lembaga kursus yang dibangun de Porter. Dilakukan sebuah penelitian untuk disertasi doktroral pada 1991, yang melibatkan sekitar 6.042 responden. Dari penelitian itu, Super Camp berhasil mendongkrak potensi psikis siswa. Antara lain peningkatan motivasi 80%, nilai belajar 73% , meningkatkan harga diri 84% dan melanjutkan penggunaan keterampilan 98%.
Sedangkan dalam Quantum Teaching (De Porter, 2000:4) adalah badan ilmu pengetahuan dan metodologi yang digunakan dalam rancangan, penyajian, dan fasilitasi. Pada dasarnya. Quantum Teaching diciptakan berdasarkan teori-teori pendidikan seperti Accelerated Learning (Lozanov), Multiple Intelegences (Gardner), Neuro-Linguistic Programming (Grinder dan Bandler), Experiential Learning (Hahn), Socratic Inquiry, Cooperative Learning (Johnson dan Johnson), dan Element of Effective Instruction (Hunter). Pada dasarnya model Quantum Teaching membuat proses pembelajaran tetap berpusat pada siswa dan guru sebatas sebagai fasilitator sehingga siswa dapat memahami materi dengan mudah dan menyenangkan serta menciptakan peran aktif siswa didalamnya. Hal ini didukung oleh asas utama dari Quantum Teaching itu sendiri “bawalah dunia mereka ke dalam dunia kita dan antarkan dunia kita ke dunia mereka” dan perancangan pembelajaran yang dinamis dengan kerangka TANDUR yang terdiri dari :
a) TUMBUHKAN
Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaat BAgiKU “ (AMBAK), dan manfaatkan kehidupan pelajar.
b) ALAMI
Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.
c) NAMAI
Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebuah “masukan”.
d) DEMONSTRASIKAN
Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.
e) ULANGI
Tunjukkan pelajar cara-cara mengulang materi dan menegaskan , “Aku tahu dan memang tahu ini”.
f) RAYAKAN
Pengakuan untuk penyelesaian, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan.
Dan Prinsip dari Quantum Teaching, yaitu:
a) Segalanya berbicara, lingkungan kelas, bahasa tubuh, dan bahan pelajaran semuanya menyampaikan pesan tentang belajar.
b) Segalanya bertujuan, siswa diberi tahu apa tujuan mereka mempelajari materi yang kita ajarkan.
c) Pengalaman sebelum konsep, dari pengalaman guru dan siswa diperoleh banyak konsep.
d) Akui setiap usaha, menghargai usaha siswa sekecil apa pun.
e) Jika layak dipelajari, layak pula dirayakan, kita harus memberi pujian pada siswa yang terlibat aktif pada pelajaran kita. Misalnya saja dengan memberi tepuk tangan, berkata: bagus!, baik!, dan lain-lain.
Optimalisasi Penerapan Model Quantum ALA-1W pada SMA Guna Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam KBM
Melihat penjelasan mengenai permasalahan dalam KBM di SMA selama ini dan teori mengenai model pengajaran dan pembelajaran Quantum di atas, maka dapat dinyatakan bahwa penerapan model Quantum dalam KBM di SMA dapat dijadikan solusi dari permasalahan-permasalahan yang ada terutama berkaitan dalam peningkatan keaktifan siswa dalam KBM sehari-hari. Untuk mengimplementasikan kedua model Quantum (teaching and learning) berbasis pada active learning activities for one week (ALA-1W) tersebut secara optimal, harus melibatkan berbagai pihak dan faktor agar tercipta active learning, diantaranya adalah :
a. Individu siswa (sebagai objek) pembelajaran
Dalam hal ini, individu seorang murid merupakan hal yang paling dasar, sehingga harus memiliki motivasi belajar yang kuat untuk ingin dan semangat belajar. Hal ini mengacu bahwa sebesar apapun perhatian (pengaruh) dari luar jika tidak didasari dengan semangat dari dalam dirinya siswa itu sendiri maka pembelajaran tidak akan aktif dan tujuan pembelajaran aktif tidak dapat tercapai. Model Quantum yang menitikberatkan pada pembelajaran (learning), membutuhkan sebuah pembelajaran dengan menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan. Sehingga siswa SMA mampu menemukan metode/ strategi belajar sesuai dirinya. Sehingga pencapaian model Quantum yang meliputi konsep motivasi, penumbuhan minat, dan belajar aktif dapat tercapai.
b. Guru sebagai dalang (sutradara)
Guru sebagai dalang atau dapat dikatakan sutradara dalam pembelajaran aktif harus dapat menyajikan pelaksanaan proses pembelajaran secara nyaman dan menyenangkan. Oleh karena itu, seorang guru harus profesional dibidangnya baik secara kualifikasi maupun secara profesi. Selain itu, seorang guru harus paham mengenai psikologi anak, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan, dan segala hal yang berkaitan dengan profesional seorang guru, diantaranya harus mengetahui, metode, strategi, pembekatan, teknik dan taktik, dan yang lainya.
Pembelajaran( learning) pada dasarnya merupakan kegiatan yang bertujuan untuk melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, seorang guru memerlukan metode mengajar (teaching method) yang efektif dalam rangka menciptakan kegiatan pembelajaran aktif ( Broto Suseno, 2007). Adapun metode – metode yang dapat digunakan dalam model Quantum (teaching) dengan berdasarkan active learning activities adalah sebagai berikut :
a. Pengalaman belajar (learning experience) merupakan suatu proses atau hasil kegiatan belajar yang dilakukan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Penggunaan metode ceramah, esensinya menyajikan bahan pelajaran secara lisan oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar dalam kemampuan menyimak, dan pemahaman terhadap informasi dari materi pelajaran yang disajikan. Metode ini digunakan hanya sebagai pembuka materi dan memberikan arahan kepada siswa tentang garis besar materi yang dipelajari serta bukan main activity.
c. Penggunaan metode diskusi, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui sesuatu problem yang harus diselesaikan secara bersama dibimbing oleh guru, yang akan membentuk pengalaman belajar siswa dalam menjawab persoalan serta belajar secara kerja sama dan membuat suatu keputusan.
d. Penggunaan metode simulasi, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui objek atau kegiatan pembelajaran yang bukan sebenarnya. Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi kemampuan kerja sama, komunikatif, dan mengiterpretasikan sesuatu kejadian.
e. Penggunaan metode demonstrasi, esensinya menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan secara langsung pada objeknya atau caranya melakukan sesuatu untuk mempertunjukkan sesuatu proses. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui metode ini meliputi kemampuan bekerja dan berpikir secara sistematis, dan mengamati objek yang sebenarnya.
f. Penggunaan metode eksperimen, esensinya menyajikan bahan pelajaran melalui percobaan serta mengamati sesuatu proses. Pengalaman belajar yang akan diperoleh adalah menguji sesuatu, menguji hipotesis, menemukan hasil percobaan dan mengembangkan rasa ingin tahu siswa. Dalam membentuk pengalaman belajar siswa cenderung menggunakan metode-metode yang memiliki kadar CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) dan keterampilan proses, serta metode mengajar digunakan secara multi metode dan bervariasi.
c. Proses (suasana) pembelajaran (penjadwalan)
Proses atau suasana belajar ini berkaitan dengan kemampuan guru menguasai susana dan memahami keadaan kelas ataupun kondisi siswa itu sendiri agar dapat memilah dan memilih metode, media, taktik dan gaya belajar yang cocok dengan susana atau kondisi dan minat serta bakat siswa itu sendiri. Hal tersebut dapat diimplementasikan secara nyata dengan menggunakan penyusunan jadwal pelajaran model quantum. Dalam penyusunan jadwal tersebut, model tersebut mempertimbangkan minat, bakat dan keefektifan dalam penerimaan siswa terhadap materi serta keseimbangan otak kanan dan otak kiri melalui Pendidikan holistik (menyeluruh). Adapun pengaturan jadwal dalam model quantum adalah sebagai berikut :
Tabel 2.4 Model Jadwal Pelajaran Quantum
Jam
|
senin
|
selasa
|
rabu
|
Kamis
|
jumat
|
sabtu
|
07.15-08.00
|
upacara
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
OL* / KS*
|
08.00-08.45
|
MLK
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
OL* / KS*
|
08.45-09.30
|
MLK
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
KS*
|
09.30-10.15
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
KS*
|
10.15-10.30
|
Istirahat
|
Istirahat
|
Istirahat
|
Istirahat
|
Istirahat
| |
10.30-11.15
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
PA
| |
11.15-12.00
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
KKa**
| |
12.00-12.30
|
Istirahat
|
Istirahat
|
Istirahat
|
Istirahat
|
KKa**
| |
12.30-13.15
|
MPW
|
MPW
|
MPW
|
MPW
| ||
13.15-14.00
|
MPW**
|
MPW**
|
MPW**
|
MPW**
|
KS*
| |
14.00-14.45
|
KS*
| |||||
15.30-17.00
|
OL* / KS*
|
OL* / KS*
|
OL* / KS*
|
OL* / KS*
|
Keterangan :
MPW : Mata Pelajaran Wajib , terdiri dari :
a) MPU (Mata Pelajaran Utama)
b) Pendidikan Agama ( PA)
c) Kegiatan Keagamaan (Kka)
d) Kewarganegaraan
MLK : Muatan lokal , terdiri dari :
a) Bahasa
b) Conversation
c) Lingkungan hidup
d) Komputer
e) Pendidikan sikap dan moral
f) Dan lain lain
OL : Olahraga , terdiri dari :
a) Sepak bola / futsal
b) Renang
c) Basket
d) Badminton
e) Voli
f) Dan lain-lain
KS : Keterampilan, terdiri dari :
a) Karawitan
b) Baca Tulis Al Quran
c) Tari
d) Seni Rupa
e) Dan lain-lain
* : Siswa diwajibkan memilih salah satu jenis olahraga dan keterampilan sesuai bakat dan minatnya
** : Jam akhir sekolah
Dengan menggunakan penjadwalan seperti di atas, maka suasana pembelajaran di sekolah dapat dilakukan secara efektif dan optimal. Hal ini mengacu pada pemisahan waktu MPW dengan mata pelajaran berbasis keterampilan, pelatihan dan olahraga. Selain itu, dalam membentuk kualitas psikomotor siswa, masing- masing siswa diberi kebebasan untuk memilih pelajaran keterampilan dan olahraga sesuai minat dan bakatnya. Dan proses belajar mengajar menjadi lebih efisien dengan KBM aktif selama 5 hari dalam 1 minggu. Dimana satu jam belajar terdiri dari 45 menit dengan pengaturan mata pelajaran disesuaikan dengan jumlah guru, ruang kelas dan banyak kelas. Sehingga waktu efektif masuk pukul 07.15 dan jam akhir pukul 14.00 untuk hari senin sampai kamis serta pukul 12.30 untuk hari jumat. Untuk mata pelajaran wajib pilihan, jam masuknya disesuaikan dengan jam dari mata pelajaran tersebut yang telah dijadwal. Sehingga untuk siswa yang mengambil salah satu mata pelajaran wajib pilihan, untuk jam mata pilihan lain dapat tidak masuk karena tidak terdaftar di kelas tersebut.Dengan model penjadwalan quantum seperti itu, siswa dapat lebih mengembangkan intelektual, kreativitas dan bakatnya secara efektif dan optimal serta dapat mengurangi tekanan dan menciptakan active learning.
d. Sarana dan prasarana belajar
Dalam menciptakan kegiatan belajar yang aktif harus diutamakan sarana penunjang untuk keaktifan dan keefektifan belajar tercapai. Cara yang optimal untuk mengimplementasikan hal tersebut adalah menciptakan ruang kelas yang nyaman dan menyenangkan dalam belajar. Sehingga diperlukan tempat duduk yang mudah berpindah yang dapat disesuaikan dengan aktivitas di dalam kelas agar suasana yang tercipta tidak terkesan kaku dan interaksi antara siswa dengan guru dapat terfasilitasi dengan baik. Dan lebih penting dengan tersedianya sarana dan prasarana belajar adalah terakomodasinya keaktifan siswa di dalam kelas.
KESIMPULAN
Optimalisasi penerapan model quantum pada pembelajaran dan pengajaran SMA merupakan solusi dalam mengatasi permasalahan keaktifan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sehingga berdamapak pada prestasi siswa itu sendiri. Model Quantum yang digunakan adalah Quantum teaching dan learning yang berbasis pada active learning activities for one week (ALA-1W). Model ini mengintegrasikan seluruh komponen dalam KBM sehari-hari di SMA secara holistik (keseluruhan) yang meliputi objek pembelajaran (siswa), objek dan metode pengajaran (guru), proses pembelajaran (penjadwalan), dan sarana prasana belajar. Dasar dari penerapan model Quantum tersebut, mempertimbangkan berbagai teori yang diadopsi oleh model Quantum dan kerangka konsep serta prinsip dasar dari implementasi model Quantum tersebut dengan mengarahkannya pada pencapaian tujuan pembelajaran yang meliputi sebagai berikut :
a) Peningkatan keaktifan siswa dalam KBM di dalam kelas.
b) Tersalurkannya minat dan bakat siswa secara optimal dan efektif.
c) Menciptakan kegiatan belajar mengajar yang lebih nyaman dan menyenangkan.
d) Tercipta keseimbangan kualitas kognitif, afektif dan psikomotor sebagai bentuk hasil keaktifan siswa.
e) Meningkatkan prestasi siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jawi , M. Shiddiq. (2006). PENDIDIKAN DI INDONESIA : MASALAH DAN SOLUSINYA. http://www.khilafah1924.org. Diakses pada Tanggal 25 Februari 2011 Pukul 13.00 WIB.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kegiatan Belajar Mengajar Yang Efektif. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
DePorter , B. (2000). Quantum Learning : membiasakan belajar nyaman dan menyenangkan cetakan VII. New York: Dell Publishing. Terjemahan.
DePorter, Bobbi and Mike Hernacki. (2001). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.
. (2001). Quantum Teaching. New York: Dell Publishing.
Hakim, Thursan. (2005). Belajar secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Purba, Gracy Okrani M. S. (2009). Gambaran Penerapan Quantum Learning Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Sumatera Utara. Medan : Program Studi Psikologi USU.
Sukadji, S. (2000). Menciptakan Lingkungan Belajar yang Mengundang Kebiasaan Berorientasi Komitmen terhadap Tugas. Makalah disajikan dalam Kongres VIII. Himpsi: Bandung.
No comments:
Post a Comment